Anugerah terindah bagi penulis untuk dapat menuangkan buah hasil daya pikir berbekal didikan dari ia yang ku namakan " ILMU "
Ingin ku torehkan sepatah kata yang ku dedikasikan setinggi-tingginya bagi mereka yang menjadikan pendidikan sebagai ilmu pengetahuan, penerang jalan dalam gulita malam, penunjuk arah dalam kesesatan, penyejuk raga dalam kekeringan dan pencerah dunia bagi masa depan.
Dalam Bungkamnya Mercusuar
Aku tak bicarakan siang dalam perkataan
Tak turutkan pula pada pemikiran dan perasaan
Aku adalah ketiadaan dalam ada dan realita
Pengisi relung patahan kehampaan daya cipta
Engkau sang mentari kuasa siang seutuhnya
Pengukir sosok terpatri kokoh dalam rupa
Penggerak roda dan panji-panji kehinaan dunia
Turutkan alam bersimpuh teduh dalam genggaman
Maha Suci Tuhan yang telah ciptakan dua keajaiban
Kala siang dan malam berpelukan dalam diam
Didatangkannya siang daripada malam
Guna Getar Gempitakan saung peradaban
Dimasukkannya malam daripada siang
Ceritakan bermula Mercusuar dalam bungkamnya
Dan Aku tak bicarakan siang padanya
Senja tak seindah edelweish dalam putihnya
Polosnya bocah-bocah laut hampir benar-benar tiada
Suguhan biasa besi bermesin itu merapat dermaga
Gagak hitam yang hanya hiasi lautan langit senja
Ku pasungkan urat nadi terdalam menuju pusat bumi
Gemulai bisikan angin malam kokohkan keberadaan ku kini
Ku sandarkan diri untuk gapai ketiadaan angkasa
Hadapkan rupa busungkan dada menuju kejamnya si biru tua
Simfoni pendaran cahaya kini mulai mengudara
Dalam keheningan senja terdiam aku menatapnya
Ia tetap bungkam dalam diam dan ketiadaannya
Bagaikan bola warna berporos indah dalam nyala dan padamnya
Jangkar terangkat dengan tangan-tangan telanjang mereka
Hamparkan sauh tegakkan layar menuju puncaknya
Langit malam cantik dengan kilau segi limanya
Guna takhlukkan kehampaan laut malam di hadapan mereka
Mercusuar itu hanya berpendar cahaya dalam bungkamnya
Tak bedakan sauh kayu besi bermotor dan lainnya
Benakku di benaknya hanyalah pelita penunjuk malam gulita
Yang ratusan nyawa ada pada pundaknya yang bercahaya
Saat Ku di dalamnya Ku temukan ia berpendar cahaya tanpa padam walau hanya sekejap mata
Gerangankah berbeda yang kupandang saat di luar dirinya
Yang tatkala padam dan menyala nya silih berganti rupa
Kini Ku mengerti dalam bungkamnya mercusuar
Bahwa Ia senantiasa hidup dan menyala di tempatnya
Nyala padamnya hanya bergantung pada cara jiwa yang memandangnya
Kenapakah harus fitnah yang ada padanya
Ia biarkan prasangka dan dilema jadi bagian dirinya
Karena sesungguhnya ada ilmu dan pendidikan daripadanya
Bagi mereka yang mau berfikir untuk diri dan masa depannya
( Oleh : Aditya Febrianto )
Aku tak bicarakan siang dalam perkataan
Tak turutkan pula pada pemikiran dan perasaan
Aku adalah ketiadaan dalam ada dan realita
Pengisi relung patahan kehampaan daya cipta
Engkau sang mentari kuasa siang seutuhnya
Pengukir sosok terpatri kokoh dalam rupa
Penggerak roda dan panji-panji kehinaan dunia
Turutkan alam bersimpuh teduh dalam genggaman
Maha Suci Tuhan yang telah ciptakan dua keajaiban
Kala siang dan malam berpelukan dalam diam
Didatangkannya siang daripada malam
Guna Getar Gempitakan saung peradaban
Dimasukkannya malam daripada siang
Ceritakan bermula Mercusuar dalam bungkamnya
Dan Aku tak bicarakan siang padanya
Senja tak seindah edelweish dalam putihnya
Polosnya bocah-bocah laut hampir benar-benar tiada
Suguhan biasa besi bermesin itu merapat dermaga
Gagak hitam yang hanya hiasi lautan langit senja
Ku pasungkan urat nadi terdalam menuju pusat bumi
Gemulai bisikan angin malam kokohkan keberadaan ku kini
Ku sandarkan diri untuk gapai ketiadaan angkasa
Hadapkan rupa busungkan dada menuju kejamnya si biru tua
Simfoni pendaran cahaya kini mulai mengudara
Dalam keheningan senja terdiam aku menatapnya
Ia tetap bungkam dalam diam dan ketiadaannya
Bagaikan bola warna berporos indah dalam nyala dan padamnya
Jangkar terangkat dengan tangan-tangan telanjang mereka
Hamparkan sauh tegakkan layar menuju puncaknya
Langit malam cantik dengan kilau segi limanya
Guna takhlukkan kehampaan laut malam di hadapan mereka
Mercusuar itu hanya berpendar cahaya dalam bungkamnya
Tak bedakan sauh kayu besi bermotor dan lainnya
Benakku di benaknya hanyalah pelita penunjuk malam gulita
Yang ratusan nyawa ada pada pundaknya yang bercahaya
Saat Ku di dalamnya Ku temukan ia berpendar cahaya tanpa padam walau hanya sekejap mata
Gerangankah berbeda yang kupandang saat di luar dirinya
Yang tatkala padam dan menyala nya silih berganti rupa
Kini Ku mengerti dalam bungkamnya mercusuar
Bahwa Ia senantiasa hidup dan menyala di tempatnya
Nyala padamnya hanya bergantung pada cara jiwa yang memandangnya
Kenapakah harus fitnah yang ada padanya
Ia biarkan prasangka dan dilema jadi bagian dirinya
Karena sesungguhnya ada ilmu dan pendidikan daripadanya
Bagi mereka yang mau berfikir untuk diri dan masa depannya
Penulis berharap...sentuhan pikiran penulis dapat menggugah kita semua terutama diri penulis sendiri dalam memperbaiki cara pandang kita dalam melihat sesuatu serta dalam mengeluarkan pendapat yang kesemuaanya itu bisa mengubah masa depan dalam satu bentuk hasil keputusan yang kita buat dalam suatu waktu...
0 comments to : Bakti Ku di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 02 Mei 2009
Posting Komentar
Jangan lupa beri komentar yah...
yang positif buat menyenangkan hati
yang negatif buat membangun diri sendiri